Saturday, August 29, 2009

Kumpulan Kisah: Petuah bagi Ahli Maksiat

Teman-teman, saya akan memposting kisah kisah hikmah yang mungkin bisa menginspirasi kehidupan anda.


Petuah bagi Ahli Maksiat

Suatu saat, seorang ahli hikmah, Ibrahim bin Adham didatangi oleh orang yang mengaku ahli maksiat. Ia mengutarakan niatnya untuk keluar dari kubangan dunia hitam. Ibrahim bin Adham memberikan nasihatnya, seraya berkata, "Jika ingin menerima lima syarat dan mampu melaksanakannya, maka tak mengapa kamu meneruskan kesukaanmu berbuat maksiat."

Mendengar perkataan Ibrahim, ahli maksiat dengan penasaran bertanya, "Ya Abu Ishaq (panggilan Ibrahim bin Adham), apa syarat-syaratnya?" Ibrahim bin Adham berkata, "Pertama, jika ingin melakukan maksiat kepada Allah, janganlah kamu memakan rizki-Nya." "Lalu aku harus makan dari mana? Bukankah semua yang ada di bumi ini rizki Allah?" kata sang ahli maksiat keheranan.

Ibrahim bin Adham berkata lagi, "Ya, kalau sudah menyadarinya, masih pantaskah kamu memakan rizki-Nya, sedangkan kamu melanggar perintah-pertintah-Nya.

Kemudian syarat yang kedua, kalau ingin bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah kamu

tinggal di bumi-Nya. "Ya Abu Ishaq, kalau demikian, aku akan tinggal di mana? Bukankah semua bumi dan isinya ini kepunyaan Allah?" kata lelaki itu.

"Ya Abdullah, renungkanlah olehmu, apakah masih pantas memakan rizki-Nya, sedangkan kamu masih hendak melanggar perintah-Nya?" kata Ibrahim.

"Ya benar, " kata lelaki itu tertunduk malu.
Ibrahim bin Adham kembali berkata, "Syarat ketiga, kalau ingin juga bermaksiat, mau makan rizki-Nya, mau tinggal di bumi-Nya, maka carilah suatu tempat yang tersembunyi dan tidak dapat dilihat-Nya."

"Ya Abu Ishaq, mana mungkin Allah tidak melihat kita?" ujarnya.
Sang ahli maksiat itu pun terdiam merenungkan petuah-petuah Ibrahim. Lalu ia kembali bertanya, "Ya Abu Ishaq, kini apa lagi syarat yang ke empat?"

"Kalau malaikat maut datang hendak mencabut ruhmu, katakanlah, "Undurkanlah kematianku. Aku ingin bertaubat dan melakukan amal sholeh." kata Ibrahim.
"Ya Abu Ishaq, mana mungkin malaikat maut mau mengabulkan permintaanku itu." jawab lelaki itu.

"Baiklah ya Abu Ishaq, sekarang sebutkan apa syarat yang ke lima?" tanyanya lagi.
"Kalau malaikat Zabaniyah hendak membawamu ke neraka di hari kiamat, janganlah engkau mau ikut bersamanya."

"Ya Abu Ishaq, jelas saja mereka (malaikat Zabaniyah) tidak akan mungkin membiarkan kau menolak kehendak-Nya." ujar lelaki itu.

"Kalau demikian, jalan apa lagi yang dapat menyelamatkanmu ya Abdullah?" tanya Ibrahim bin Adham. "Ya abu Ishaq, cukuplah! Cukup! Jangan engkau teruskan lagi, mulai detik ini aku mau beristighfar dan mohon ampun kepada Allah. Aku benar-benar ingin bertaubat." ujar lelaki itu sambil menangis penuh penyesalan.

Majnun dan Singgasana Khalifah

Syahdan di Baghdad, pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, hiduplah seorang yang sangat miskin yang biasa dijuluki 'Si majnun'. Suatu saat terjadi kegaduhan di istana, tak lama setelah sholat Jum'at selesai. Sontak, khalifah dan para menteri yang baru saja melaksanakan sholat Jum'at merasa kaget dengan kejadian tersebut.

"Apa gerangan yang terjadi wahai penjaga?" tanya khalifah kepada penjaga. "Ampun tuanku, jika tindakan kami lancang dan mengusik istirahat baginda. Namun, orang gila inilah yang menyebabkan keributan ini terjadi. Dia begitu lancang dan berani duduk-duduk di atas kursi singgasana kebesaran baginda ketika para penduduk negri tengah melaksanakan sholat Jum'at." timpal Hulubalang.

Khlaifah bertanya kepada Si Majnun yang kebetulan masih nangkring di kursi singgasana. "Hai Majnun, apa benar yang dikatakan oleh hulubalang?" bentak Khalifah.

Majnun dengan santai menjawab, "Sebenarnya hamba tidak bermaksud lancang. Saya mendengar betapa nikmatnya duduk di singgasana. Namun barau saja saya duduk, saya dipergoki oleh hulubalang yang selanjutnya menghajar saya habis-habisan. Jika akibat tindakan tersebut lalu saya dipukuli, lalu bagaimana nasib baginda nanti yang selama bertahun-tahun duduk di singgasana tersebut?"

Setelah mendengar jawaban tersebut, khalifah Harun Ar-Rasyid terdiam lalu menangis. Dia tersadar akan beratnya amanah dan tanggung jawab yang dipikulnya selama ini. Setelah peristiwa itu, khalifah terlihat begitu berhati-hati dalam menjalankan pemerintahannya.

1 comment: